Kamis, 26 Februari 2015

AGH KH. Abdul Muin Yusuf

0 komentar

AGH . KH. Abdul Muin Yusuf

OLEH :
Ahmad Risal SM S.Pd.I
ahmadrisalsmbizot@yahoo.co.id

Abd. Muin Yusuf lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, 21 Mei 1920. Ia melajar ngaji di madrasah Ainur Rafieq, madrasah yang didirikan Syaikh Ali Mathar pada tahun 1931. Di waktu pagi, ia juga sekolah umum. 

Pada tahun 1934, Mu’in melanjutkan pendidikan agamanya di Madrasah Arabiyah Islamiyah yang didirikan ulama besar Anregurutta As’ad. Saat belajar di madrasah inilah, ia bertemua dengan calon ulama yang masyhur di Sulawesi Selatan, di antaranya Anregurutta Ambo Dalle, Anregurutta Abduh Pabbaja, Anregurutta Daud Ismail, dan sebagainya.

Pada tahun 1971, Mu’in mulai aktif di Partai Nahdlatul Ulama. Dan tak lama kemudian, ia menjadi ketua tanfidziyah. Di bawah kepemimpinannya, NU berhasil tumbuh beserta badan otonominya, IPNU/IPPNU, GP Ansor, Fatayat NU. 

Pada Pemilu tahun 1971, Partai NU menempati posisi kedua dengan 18,67% suara, di bawah Golkar dengan perolehan 62,80% suara. Dan Muin menjadi anggota DPRD Sidrap dari Partai NU.

Ketika Partai NU fusi ke dalam PPP, Mu’in juga menjadi bagian darinya, tapi menempati tokoh sentral. Pada pemilu 1977, ia masuk Golkar dengan terpaksa, karena disebarkan fitnah bahwa dirinya anggota DI/TII. 

Mu’in memang pernah lari ke hutan ikut DI/TII, tapi saat itu karena tidak ada pilihan, masuk PKI atau ikut DI/TII. Mu’in masuk Golkar dengan berpegang dalil accemali-maliko naekiyaa aja numali. Artinya, ikuti arus, api jangan terbawa.

Mu’in terbilang ulama yang produktif menulis. Karyanya yang monumental adalah tafsir Al-Qur’an 30 juz, namanya Tafsere Akorang Ma’basa. Tafsir yang menggunakan bahasa Bugis dengan aksara Lontara ini berjumlah sebelas jilid. 

Tafsir Al-Qur’an tersebut mencakup munasabah ayat, asbabun nuzul, terjemah per ayat, dan penjelasan tiap-tiap ayat. Tafsir ini ditulis selama delapan tahun, dari 1988 hingga 1996. Selain tafsir ia juga menulis buku khotbah berjudul al-Khutbah al-Mimbariyah (1944) dan bukuh fiqih berjudul Fiqih Muqoron.

Karya besar lainnya adalah Pondok Pesantren Al-Urwatul Wusqa. Pesantren yang didirikan pada bulan April 1974 ini merupakan pesantren pertama di Sidrap, yang hari ini masih terus berkembang. Abd. Mu’in Yusuf pulang ke Rahmatullah tahun 2004.


Pernahkan anda membayangkan atau membaca tafsir Al-Quran dalam bahasa Bugis? Tafsir Al-Quran tersebut disusun oleh (Alm) KH. Abdul Muin Yusuf, (1985-2004) Pimpinan Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap. Tafsir Al-Quran tersebut dikerjakan selama sembilan tahun, dimulai pada 1985 hingga 1994.  

Dalam pengerjaan proyek tafsir Al-Quran berbahasa Bugis ini KH. Abdul Muin Yusuf dibantu oleh DR. Rahim Arsyad, KH. Farid Wadjidi, dan A. Syamsul Bahri Galigo, mereka adalah tokoh agama di Sulawesi Selatan. Namun jangan berani membuka tafsir tersebut jika tidak mampu membaca dengan huruf lontara(tulisan khas Bugis dan Makassar), karena tafsir tersebut ditulis dengan huruf lontara.

Setelah melalui proses penyusunan, tafsir tersebut kemudian direvisi oleh (Alm) KH. Ambo Dalle, Pimpinan Darul Dakwah Wal Irsyad (DDI) Mangkoso Barru, dan KH. Daud Ismail, Pimpinan Pondok Pesantren Yasrif Soppeng. Adapun proses penulisannya dikerjakan oleh (Alm) KH. Hamzah Manguluang, salah seorang Pimpinan Pondok Pesantren As-Adiyah Sengkang.

Proses penulisan terhitung sangat sulit karena dilakukan dengan tulisan tangan. Menurut H. Imran LC., MHI., cucu KH. Abdul Muin Yusuf, tulisan tangan untuk menyusun tafsir tersebut dilakukan karena pada saat itu belum ada program komputer yang khusus untuk menulis tulisan lontara. “Tulisan tangan itu dikerjakan di atas kertas kalkir, dan hasilnya sangat rapi,” terang H. Imran LC., MHI. Namun saat ini telah ada program khusus untuk penulisan huruf lontara sehingga makin memudahkan jika mempelari huruf-huruf lontara tersebut.

Penulisan tafsir Al-Quran dalam bahasa Bugis ini juga terhitung sangat lengkap. Jika pada umumnya terjemahan Al-Quran yang kita baca hanya diartikan dari tiap kata dalam kalimat Al-Quran, maka dalam tafsir Al-Quran yang disusun oleh (Alm) KH. Abdul Muin Yusuf lengkap dengan penjelasan tiap ayatnya, sebab-sebab turunnya ayat tersebut, dan hadist yang berhubungan dengan ayat tersebut. Karena sangat detil memberikan penjelasan tiap ayatnya, maka tiap satu eksemplar hasil cetakan tafsir Al-Quran bahasa Bugis tersebut hanya mampu memuat tiga juz. Jadi untuk tiga puluh juz dalam Al-Quran, dicetak menjadi satu set. Satu set tafsir Al-Quran bahasa Bugis tersebut terdiri dari sebelas jilid.

Masyarakat juga ternyata sangat antusias menyambut tafsir Al-Quran bahasa Bugis tersebut. Terbukti dengan cetakan pertama sebanyak 2000 eksemplar kini telah habis. Pihak Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa mengaku akan mencetak kembali tafsir tersebut, namun menurut H. Imran LC., MHI., yang kini menjabat sebagai pimpinan mengaku masih terkendala masalah dana. “Dana yang kami butuhkan sangat besar untuk mencetak ulang tafsir tersebut. Tapi kami tetap akan mengusahakan karena banyaknya permintaan dari masyarakat,” jelas H. Imran LC., MHI.

Kini Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa yang dipimpin oleh H. Imran LC., MHI., membina kurang lebih 500 orang santri dari tingkat madrasah tsanawiyah (setingkat SMP) dan madrasah aliyah (setingkat SMA).

Leave a Reply

 

PALING DISUKAI

POLLING ANDA :