Pada tahun 1713, Raja Bone La Patau Matanna Tikka mengundang Arung Matowa Wajo La Salewangeng untuk menghadiri perayaan pelubangan telinga (pemasangan giwang) puterinya I Wale di Cenrana (daerah kerajaan Bone). La Maddukkelleng ditugaskan pamannya (dia putera saudara perempuan La Salewangeng) ikut serta dengan tugas memegang tempat sirih raja. Sebagaimana lazimnya dilakukan di setiap pesta raja-raja Bugis-Makassar, diadakanlah ajang perlombaan perburuan rusa (maddenggeng) dan sambung ayam (mappabbitte).
pada saat berlangsungnya pesta sambung ayam tersebut, ayam putera raja bone mati dikalahkan oleh ayam arung matowa wajo. kemenangan itu tidak diakui oleh orang-orang bone dan mereka berpendapat bahw pertarungan tersebut sama kuatnya. hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya keributan.
pada saat itu la maddukkelleng turut serta dalam perkelahian tersebut yang mengakibatkan korban di pihak bone lebih banyak dibandingkan korban pihak wajo. lontarak sukunna wajo menyatakan bahwa pada waktu terjadi perkelahian tersebut, terjadi tikam menikam antara orang-orang wajo-bone di cenrana, saat itu la maddukkelleng baru saja disunat dan belum sembuh lukanya. melihat kenyataan tersebut (karena mereka di wilayah kerajaan bone), maka orang-orang wajo segera melarikan diri melalui sungai walennae.
etibanya arung matowa wajo la salewangeng di tosora, maka datanglah utusan raja bone untuk meminta agar la maddukkelleng diserahkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya (dianggap bersalah). arung matowa wajo mengatakan bahwa la maddukkelleng tidak kembali ke wajo sejak peristiwa di cenrana. utusan raja bone itu kembali sekalipun ia yakin bahwa la maddukkelleng masih berada di daerah wajo, namun tidak dapat berbuat banyak karena adanya ikrar antara bone, soppeng dan wajo di timurung pada tahun 1582, bahwa tiga kerajaan itu harus saling mempercayai.
la maddukkelleng datang menghadap dan meminta restu arung matowa wajo dan dewan pemerintah wajo (arung bentempola) untuk berlayar meninggalkan daerah wajo. saat itu bertepatan dengan selesainya pembangunan gedung tempat penyimpanan harta kekayaan di sebelah timur masjid tosora serta gedung padi di tiga limpo.
anggota dewan pemerintah kerajaan wajo (la tenri wija daeng situju) berpesan agar senantiasa mengingat negeri wajo selama perantauan. lalu la maddukkelleng ditanya tentang bekal yang akan dibawa, ia menjawab bahwa ada tiga bekal yang akan dibawa serta yaitu: pertama lemahnya lidahku, kedua tajamnya ujung kerisku dan yang ketiga ujung kelaki-lakianku.dengan disertai pengikut-pengikutnya la maddukkelleng berangkat dari peneki dengan menggunakan perahu layar menuju johor (malaysia sekarang).
lontarak sukunna wajo memberitakan bahwa la maddukkelleng dalam perjalanan bertemu dengan saudaranya bernama daeng matekko, seorang saudagar kaya johor. hal ini membuktikan bahwa lama sebelumnya orang-orang wajo sudah merambah jauh negeri orang. la maddukkelleng diperkirakan merantau pada masa akhir pemerintahan raja bone la patauk matanna tikka nyilinna walinonoe, yang merangkap sebagai datu soppeng dan ranreng tuwa wajo, sekitar tahun 1714